Rabu, 20 Desember 2017

TAHAP-TAHAP MICRO KONSELING

Menurut Willis dalam bukunya yang berjudul Konseling Individual teori & Praktek (2010), Teknik konseling dalam mikro konseling yang dianggap penting adalah antara lain :

1. Perilaku Attending (Menghampiri Klien)
Perilaku attending dapat juga dikatakan sebagai penampilan konselor yang menampakkan komponen-komponen perilaku nonverbal, bahasa lisan, dan kontak mata. Memiliki perilaku attending (penampilan) bertujuan agar calon konselor dapat memperlihatkan penampilan yang attending di berbagai situasi hubungan interpersonal secara umum, khususnya dalam relasi konseling dengan klien.

2. Empati
Orang yang dipercayai oleh klien adalah yang memahami dan dapat merasakan perasaan, pengalaman, serta pikiran klien. Konselor yang empati mudah memasuki dunia dalam klien sehingga klien tersentuh dengan sikap konselor. Akhirnya klien akan terbuka dengan jujur terhadap konselor.
Seorang calon konselor harus dilatih agar peka terhadap perasaan klien, memahami pikirannya, dan mampu merasakan perasaan dan pengalaman klien. Untuk mencapai hal tersebut maka dilatihkan teknik empati. Latihan tersebut mencakup ungkapan perasaan konselor mengenai perasaan, pengalaman, pikiran (keadaan dunia dalam klien) baik dengan cara biasa maupun dengan cara yang lebih mendalam/menyentuh.

3. Refleksi
Refleksi adalah suatu jenis teknik konseling yang penting hubungan konseling. Yaitu sebagai upaya untuk menangkap ¬pikiran dan pengalaman klien kemudian merefleksikan kepada klien kembali. Hal ini harus dilakukan konselor sebab sering klien tidak menyadari akan perasaan, pikiran, dan pengalamannya yang mungkin menguntungkan atau rnerugikannya.
Jika dia menyadari akan perasaannya, maka klien mungkin segera mengubah perilakunya kearah positif. Namun tidaklah mudah calon konselor untuk menangkap dan memahami perasaan dan pikiran serta pengalaman, lalu mengungkapkannya kembali kepada klien dengan bahasa calon konselor sendiri. Karena itulah seorang calon konselor haruslah dilatih secara terus menenerus dan bertahap keterampilan refleksi ini.

4. Eksplorasi
Sering klien sulit untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalamannya kepada konselor karena merasa malu, takut, segan, curiga, tertutup, dan berbagai ganjalan lain. Perlu diingat bakwa faktor budaya sebagai bangsa bekas terjajah banyak anggota masyarakat yang kurang berani bicara terbuka untuk mengeluarkan isi hati dan perasaanya terhadap orang lain termasuk keluarga sendiri.
Disamping itu kepempimpinan yang otoriter di masyarakat, keluarga dan sekolah membuat seorang merasa takut dan malu menyatakan pendapat ataugagasan sendiri, apalagi terhadap penguasa.
Hubungan konseling seharusnya dapat mengatasi semua kendala di atas. Yaitu berupaya untuk membuat kliennya terbuka, merasa aman dan berpartisipasi didalam dialog. Salah satu upaya konseling menggunakan teknik eksplorasi yaitu upaya untuk membuat klien mengatakan semua perasaan, pikiran, dan pengalaman kepada konselor secara jujur.

5. Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Sering terjadi klien sulit mengarahkan pembicaraan dan menekankan tentang pokok-pokok permasalahannya. Hal ini karena dia terlampau emosional atau memang kurang pengetahuan bagaimana memecahkan persoalan sendiri.
Untuk mengatasi hal ini perlu ada upaya koaselor agar inti pembicaraan klien bisa ditangkap dan dibahasakan dengan sederhana serta mudah dimengerti oleh klien. Karena itu calon konselor perlu dilatih untuk menangkap pesan utama klien atau disebut juga teknik paraphrasing.

6. Bertanya Membuka Pertanyaan
Jika seorang klien tak mampu menyatakan isi hati dan perasaannya maka konselor saatnya menggunakan pertanyaan terbuka agar percakapan bisa dilakukan oleh klien. Namun tidak mudah membuat pertanyaan terbuka, karena harus memulai dengan kata – kata yang membuka, bukan menutup seperti mengapa, apa sebab, kenapa, dan sebagainya. Kata awal yang mungkin membuka.

7. Dorongan Minimal
KIien sering tersendat dalam mengungkapkan emosinya. Hal ini disebabkan rasa tertekan yang kuat. Untuk memudahkan emosi itu keluar, maka teknik memberi dorongan minimal dapat dipergunakan oleh konselor.

8. Interpretasi
Untuk menentukan alternatif pilihan dalam mengambil keputusan, seorang klieen sering kebingungan karena kurangnya rujukan atau referensi. Karena itu konselor yang profesional harus menjadi rujukan klien.
Salah satu upaya untuk memudahkan klien merujuk kepada teori atau pemahaman yang ilmiah ada!ah dengan menggunakan teknik interpretasi. Yaitu konselor mengulas atau menafsirkan pemikiran, perasaan dan pengalaman klien secara objektif, ilmiah dan atas dasar teori-teori.

9. Mengarahkan
Adalah suatu keterampilan konseling yang mengatakan kepada klien agar dia berbuat sesuatu. Sering klien kurang mampu melakukan sesuatu tanpa petunjuk orang lain. Hal ini karena faktor emosional, kurang konsentrasi, atau terlalu banyak ngawur sehingga menyimpang dari pokok pembicaraan. Mengarahkan (directing) merupakan teknik konseling yang akan membuat klien terarah kepada tujuan konseling.

10. Menyimpulkan Sementara
Dalam suatu diskusi dengan klien sering banyak butir yang muncul. Sehingga kadang-kadang menyulitkan klien untuk menarik makna dari sana. Karena itu konselor harus mampu membuat kesimpulan sementara bersama klien agar mempertajam masalah, meningkatkan kualitas diskusi, maju ke taraf selanjutnya kearah tujuan, menyimpulkan hal-hal yang dibicarakan, dan klien memperoleh kilas balik dari hasil pembicaraan sehingga dia tahu bahwa konseling makin maju.

11. Konfrontasi
Kadang-kadang klien tidak konsisten dalam kata dan perrbuatannya, atau dengan bahasa umum tidak konsisten antara aspek verbal dengan nonverbal. Atau terjadi perbedaan antara ucapan pertama dengan berikutnya dalam hal yang sama.
Untuk mengatasi hal ini, konselor harus menguasai teknik konfrontasi agar klien dibantu supaya kembali konsisten.

12. Fokus
Klien yang sudah terlibat dan terbuka dalam proses konseling sering bicaranya menyimpang dari pokok pembicaraan. Hal ini disebabkan oleh keadaan emosional, kurang konsentrasi, atau terlalu bersemangat
Dalam keadaan demikian, seorang konselor harus membantu kliennya agar memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan. Upaya konselor ini dapat terlaksana jika menggunakan teknik memfokuskan pembicaraan.

13. Memimpin (Leading)
Suatu proses konseling harus dapat mencapai tujuan secara efektif. Namun sering terjadi klien tak mampu mengarahkan pembicaraan dan terkesan melantur, menyimpang, atau kebanyakan materi diluar pokok pembicaraan.
Untuk mengatasi hal ini, seorang konselor harus mampu mernimpin agar pembicaraan klien lurus ke tujuan konseling sebagaimana diharapkan klien. Konselor yang efektif akan menggunakan teknik memimpin (leading).

14. Menjernihkan (Clarifying)
Dalam keadaan ragu-ragu, scring klien berbicara samar-samar alias tidak jelas. Mungkin dia diliputi perasaan tertentu, mungkin memelihara rahasia, maka klien kurang jelas pengungkapannya.
Mungkin pula ketakjelasan bersumber dari lemahnya kemampuan mengkomunikasikan sesuatu secara jelas. Dalam hal-hal seperti ini konselor harus jeli pengamatannya. Dia berusaha menggunakan teknik menjernihkan atau clarifying.

15. Memberi Nasehat
Mungkin banyak klien dan calon klien mengira _biimbingan dan konseling adalah lembaga nasehat. Sehingga jika tidak ada kebutuhan seperti itu, maka lembaga itu seolah-olah tak ada gunanya.
Padahal konseling bukan hanya untuk memberi nasehat saja namun lebih luas lagi yakni untuk pengembangan klien dan membantu dia agar mampu mengatasi masalah sendiri. Karena itu sebaiknya nasehat diberikan jika klien memintanya.

16. Memberi Informasi
Memberi informasi kepada klien sama dengan memberi nasehat yaitu jika diminta oleh klien. Namun tidak semua permintaan informasi harus dilayani, akan tetapi harus mempertimbangkan kondisi klien, dan penting-tidaknya informasi yang diminta.

17. Merencanakan Program bersama Klien
Mendekati akhir sesi konseling selalu harus klien untuk kegiatan selanjutnya dalam rangka pengembangan dirinya. Mungkin rencana itu tidak besar namun harus ada.

18. Menyimpulkan, Mengevaluasi, dan Menutup Sesi Konseling
Jika konselor akan menutup sesi konseling sebaiknya dibuat bersama klien kesimpulan umum hasil proses konseling sejak awal. Disamping itu klien diberi kesempatan memberikan penilaian terhadap jalannya konseling dan terhadap perilaku konselor selama membantu klien. Hal ini amat berguna sebagai masukan bagi konselor untuk memperbaiki proses konseling dan pribadinya sendiri.
Kesimpulan adalah berdasarkan perolehan selama proses konseling. Terutama apa yang sudah diperoleh klien yaitu: apakah kecemasannya telah menurun, apakah dia merasa lebih lega, apakah rencananya sudah jelas, apakah pertemuan berikutnya. perlu, dan sebagainya.
Sedangkan evaluasi adalah mengenai jalannya diskusi, kemampuan konselor, keadaan diri klien sekarang, dan bagaimana rencananya kira-kira akan berhasil atau tidak?
Jika semua sudah jelas, maka konselor menyarankan kepada klien apakah sesi konseling sudah bisa ditutup.

Sumber:

Willis, Sofyan S. 2010. Konseling Individual (Teori & Praktek). Bandung: Alfabeta
https://sugithewae.wordpress.com/2013/03/17/keterampilan-mikro-konseling/


SEJARAH LAHIRNYA BIMBINGAN DAN KONSELING DI INTERNASIONAL DAN DI INDONESIA


Sejarah Bimbingan dan konseling di Dunia Internasional

Bimbingan dan konseling ini lahir pada tahun 1908 di Amerika dengan berdirinya vocational bureau pada tahun 1908 oleh Frank Parsons. Frank Parson dikenal juga sebagai Father of The Guedance Movement in America Education. Frank menekankan bahwa penting bagi setiap individu untuk diberikan pertolongan dari orang lain untuk lebih memahami kekurangan dan kelemahan diri sehingga dapat digunakan untuk proses pengembangan diri lebih baik dan menentukan pekerjaan yang cocok bagi dirinya.
Pertama kali istilah bimbingan dikenal pada abad ke- 19 hingga awal abad ke 20 di Boston. Pada awalnya istilah ini dikenal dengan berdirinya biro di bidang profesi dan ketenagakerjaan. Tujuannya yaitu untuk membantu pemuda dalam memilih karir atau pekerjaan sesuai dengan keahlian mereka dan juga melatih para guru untuk memberikan layanan bimbingan di sekolah.

Pada masa yang hampir sama, Jasse B Davis juga memulai memberikan layanan konseling di SMA pada tahun 1898. Pada tahun 1907 dia mencoba memasukkan program bimbingan ke dalam pensisikan siswa SMA di Detroit. Eli Weaver pada tahun 1905 mendirikan Students Aid Committee of High School di Newyork dan dalam mengembangkan komitenya, dia berada pada suatu kesimpulan. Kesimpulan yang dikemukakannya yaitu bahwa siswa membutuhkan saran dan konsultasi sebelum mereka masuk ke dunia kerja.
Pada tahun 1920 para konselor sekolah di Boston dan New York diharapkan mampu membantu siswa dalam memilihkan pekerjaan yang tepat sesuai dengan keahlian masing- masing individunya. Selama itu pula, pada tahun 1920 an sertifikasi untuk konselor sekolah mulai diterapkan.
Pada perkembangannya, mula mula bimbingan konseling dikenal sebagai bimbingan untuk pekerjaan atau karir, namun pada perkembangan lebih lanjut merambah pada bidang pendidikan atau Education Guidance yang dirintid Jasse B. Davis. Dimana bimbingan ini dikenal dengan adanya bimbingan dalam segi kepribadian atau Personal Guidance. Bimbingan konseling juga berkembang di bidang- bidang yang lain seperti pengertian, dan praktek bimbingan konseling terhadap ilmu sosial, budaya, kewarganegaraan, keagamaan, dan lain sebagainya.

Evolusi profesi konseling dapat terlihat pada rangkaian perjalanan profesi ini yang disusun secara kronologis sebagai berikut:
1.      Era Tahun 1900-1909 (Era Perintisan)
Tiga tokoh utama pada periode ini adalah Jesse B. Davis, Frank Parsons, dan Clifford Beers. Davis adalah orang pertama yang mengembangkan program bimbingan yang sistematis di sekolah-sekolah. Pada tahun 1907, sebagai pejabat yang bertanggung jawab pada the Grand Rapids (Michigan) school system, ia menyarankan agar guru kelas yang mengajar English Composition untuk mengajar bimbingan satu kali seminggu yang bertujuan untuk mengembangkan karakter dan mencegah terjadinya masalah. Sementara itu, Frank Parsons di Boston melakukan hal yang hampir sama dengan Davis. Ia memfokuskan pada program pengembangan dan pencegahan. Ia dikenal karena mendirikan Boston’s Vocational Bureau pada tahun 1908. Berdirinya biro ini mempresentasikan langkah maju diinstitusionalisasikannya bimbingan karier (vocational guidance).
Pada tahun yang sama ketika Frank Parsons mendirikan Vocational Bureau (1908), William Heyle juga mendirikan Community Psychiatric Clinic untuk pertama kalinya. Selanjutnya, The Juvenille Psychopathic institute didirikan untuk memberi bantuan kepada para pemuda di Chicago yang mempunyai masalah. Dalam keadaan tersebut terlibat pula para psikolog. Tentu saja tidak mungkin berbicara soal kesehatan mental tanpa melibatkan orang-orang yang cukup terkenal, seperti Sigmund Freud dan Joseph Breuer.

2.      Era Tahun 1910-1970
Pada era ini konseling mulai diinstitusionalisasikan dengan didirikannya the National Vocational Guidance Association (NVGA) pada tahun 1913. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat mulai memanfaatkan pelayanan bimbingan untuk membantu veteran perang.
Istilah bimbingan (guidance) ini kemudian menjadi label populer bagi gerakan konseling di sekolah-sekolah selama hampir 50 tahunan. Program bimbingan yang terorganisasikan mulai muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak 1920-an, dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan tanggung jawab administrasi lainnya. Akibatnya banyak program pendidikan dekade ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan akademis atau pribadi dengan mengirimkan mereka ke guru BK untuk mengubah perilaku atau memperbaiki kelemahan.
Selain jenjang SMP dan SMA, gerakan konseling untuk SD tampaknya juga dimulai di akhir dekade 1920-an hingga awal dekade 1930-an, dipicu oleh tulisan-tulisan dan kerja keras William Burnham yang menekankan peran guru untuk memajukan kesehatan mental anak yang memang banyak diabaikan diperiode tersebut.
Pada dekade 1940-an ditandai munculnya teori konseling Non-Directive yang dipelopori oleh Carl Rogers. Ia mempublikasikan buku yang berjudul Counseling and Psychotherapy pada tahun 1942. Pada tahun 1950-an muncul pula berbagai organisasi konseling yaitu the American Personnel and Guidance Association (APGA). Selanjutnya disahkannya the National Defense Education Act (NDEA) pada tahun 1958. Undang-undang ini memberikan dana bagi sekolah untuk meningkatkan program konseling sekolah. Konseling mulai melakukan diversifikasi ke area yang lebih luas diawali pada tahun 1970. Konseling mulai berkembang di luar sekolah seperti di lembaga-lembaga komunitas dan pusat-pusat kesehatan mental.

3.      Era Tahun 1980-an
Dekade ini profesi konseling sudah mulai berkembang dengan munculnya standarisasi training dan sertifikasi. Pada tahun 1981 dibentuk the Council for Accreditation of Counseling and Related Educational Program (CACREP). CACREP berfungsi untuk melakukan standarisasi pada program pendidikan kondeling di tingkat master dan doktor pada bidang konseling sekolah, konseling komunitas, konseling kesehatan mental, konseling perkawinan dan keluarga, dan konseling di Perguruan Tinggi.

4.      Era Tahun 1990-an
Pada akhir ke-19-an, spesialis psikiatri telah mendapat tempat berdampingan dengan spesialis pengobatan lain. Dengan makin stabilnya posisi psikiatri dalam penanganan gangguan psikologis atau yang lebih dikenal dengan sakit mental, muncullah psikiatri sebagai spesialisasi baru. Spesialisasi baru ini dipelopori oleh Van Ellenberger Renterghem dan Van Eeden.
Selama tahun 1980-an dan 1990-an, sejumlah permasalahan sosial mempengaruhi anak-anak yang pada gilirannya mengakselerasi pertumbuhan konseling SD. Isu-isu seperti penyalahgunaan obat, penganiayaan anak, pelecehan seksual dan pengabaian anak, plus meningkatnya minat dan atensi, bagi pencegahannya, mengarah kepada pemandatan konseling SD.

Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia

1.      Sebelum Kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah (Pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penjajah). Para siswa dididik untuk mengabdi untuk kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini upaya bimbingan sudah tentu diarahkan bagi perwujudan tujuan pendidikan masa itu yaitu menghasilkan manusia pengabdi penjajah. Akan tetapi, rasa nasionalisme rakyat Indonesia ternyata sangat tebal sehingga upaya penjajah banyak mengalami hambatan.
Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satu di antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang dengan gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandangan bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.

2.      Dekade 40-an (Perjuangan)
Dalam bidang pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah kebodohan dan kerbelakangan merupakan masalah besar dan tantangan yang paling besar bagi pendidikan pada saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa Indonesia agar memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.

3.      Dekade 50-an (Perjuangan)
Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih banyak dilakukan oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada hakikatnya bimbingan telah tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang amat darurat.

4.      Dekade 60-an (Perintisan)
Memasuki dekade 60-an suasana politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini pula lahir Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan serta ini sudah mulai mantap dalam merintis ke arah terwujudnya suatu sistem pendidikan nasional.
Keadaan di atas memberikan tantangan bagi keperluan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai salah satu kelengkapan sistem. Di sinilah timbul tantangan untuk mulai merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang terprogram dan terorganisasi dengan baik.

5.      Dekade 70-an (Penataan)
Kelahiran orde baru telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa lampau dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui pembangunan. Repelita pertama mulai dicanangkan dilaksanakan dalam awal dekade ini, dan dilanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional. Keadaan tersebut memberikan tantangan dan peluang besar untuk upaya penataan bimbingan baik dalam aspek konseptual maupun operasional.

6.      Dekade 80-an (Pemantapan)
Setelah melalui penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade 80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan demikian, maka upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang lebih mantap.
Pada saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling merupakan profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru pemegang sertifikat pendidikan.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan bimbingan dan konseling :

Adapun upaya bimbingan konseling secara profesional pada mulanya lahir di Amerika Serikat dan berkembang di abad ke 20. Banyak faktor yang menyebabkan perkembangan bimbingan konseling sampai saat ini dan masuk ke berbagai disiplin ilmu dan juga institusi institusi pendidikan seperti sekolah. Berikut ini faktor- faktor yan gmempelopori perkembangan bimbingan konseling, yaitu:
  1. Perhatian dari pemerintah terhadap penduduk imigran yang datang ke Amerika Serikat di kawasan Eropa, dimana mereka membutuhkan pekerjaan yang layak. Dari situlah kemudian layanan biro- biro vocasional pemerintahan dibentuk dan melalui penyuluhan penyuluhan mengarahkan bakat dan minat masyarakat agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan keahlian dan kegemaran mereka. 
  2. Pandangan Kristen bahwa dunia merupakan tempat pertempuran antara kekuatan baik dan buruk. Atas dasar ini lembaga pendidikan mewajibkan diri untuk memberikan pelajaran terkait moral kebaikan untuk membentuk anak didiknya perilaku baik dan bagaimana menghindarkan diri dari keburukan. 
  3. Pengaruh disiplin mental yang pada awalnya dikembangkan dari perlakuan manusiawi kepada orang- orang dengan gangguan jiwa dan berada di Rumah Sakit. Kemudian disiplin ilmu ini memberikan gerakan antisipatif terhadap orang orang dengan resiko gangguan mental di masyarakat. Mereka beranggapan bahwa gangguan mental mampu dicegah sejak dini dengan diberikannya dukungan melalui bimbingan dan konseling. 
  4. Gerakan pemeriksaan psikologis semakin mengembangkan sayapnya dalam membuat instrumen instrumen untuk menguji kepribadian seseorang dan juga sebagai tes seleksi karyawan di berbagai perusahaan.
  5.  Pemerintahan federal mengangkat beberapa konselor untuk memberikan bimbingan karier, pendidikan karier, dan penanggulangan kenakalan remaja, antisipasi obat bius, dan lain sebagainya. 
  6. Pengaruh terapi penyakit non directif atau clinet centered therapy/ terapi berfokus pada klien yang dikembangkan oleh Carl Rogers. Carl menggantikan pendekatan otoriter paternalistic dengan pendekatan pada potensi masing- masing individu dari kliennya.

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling:

1.      Layanan Orientasi

Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

2.      Layanan Informasi

Layanan informasi adalah layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi diri, sosial, belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

3.      Layanan Penempatan dan Penyaluran

Layanan penempatan dan penyaluran merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler sesuai dengan potensi, bakat, minat erta kondisi pribadinya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan penempatan dan penyaluran berfungsi untuk pengembangan.

4.      Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten merupakan layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan  yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

5.      Layanan Konseling Perorangan

Layanan konseling perorangan merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan konseling perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

6.      Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, kegiatan belajar, karir/jabatan, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan bimbingan kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan.

7.      Layanan Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok merupakan layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas itu adalah maalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. Layanan konseling kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

8.      Layanan Konsultasi

Layanan Konsultasi merupakan layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. Pengertian konsultasi dalam program BK adalah sebagai suatu proses penyediaan bantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas peserta didik atau sekolah konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui bantuan yang diberikan orang lain.

9.  Layanan Mediasi

Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan ataupun perselisihan dan memperbaiki hubungan antar peserta didik dengan konselor sebagai mediator.

Rabu, 15 November 2017

SATLAN DAN SATKUNG PUTRI BK 2015 UHO


Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling


       

Kelas                                                               : X (sepuluh)
Semester                                                          : 1 (ganjil)
Hari/ tanggal                                                   : Kamis/ 30 Maret 2017
Waktu penyelenggaraan                                  : 1 x 45 menit
Tempat                                                            : Ruang Kelas

Penyelenggaraan Layanan                              : Guru BK
Alat perlengkapan yang digunakan                : Laptop, LCD, Proyektor dan Alat tulis
Metode                                                            : Ceramah, Diskusi, Tanya jawab

Penerapan
      1.      Topik permasalahan/bahasan                           : Bullying
      2.      Bidang Bimbingan                                          : Bimbingan Kelompok
      3.      Jenis Layanan                                                  : Layanan Informasi
      4.      Fungsi Layanan                                               : Pemahaman dan Pengentasan
      5.      Tujuan Layanan yang ingin dicapai                : Memberitahu pemahaman tentang bullying
dan menghilangkan kebiasaan bullying
      6.      Sasaran Layanan                                             : kelas X (sepuluh)
      7.      Uraian kegiatan dan materi                             :

Kegiatan awal
      1.      Salam pembuka, Guru menciptakan kondisi kelas yang kondusif sbelum memulai melaksanakan kegiatan bimbingan
      2.      Presensi
      3.      Memotivasi siswa
      4.      Tujuan Layanan, Guru melakukan kegiatan apersepsi. Guru menyampaikan topik dan tujuan yang akan dibahas pada pertemuan ini

Kegiatan Inti
            Eksplorasi :
       1.      Guru memberikan materi berupa bacaan buku/bahan sumber yang didapat dari internet
       2.      Guru memperlihatkan contoh bullying melalui pemutaran film/video
Elaborasi :
      1.      Menjelaskan tentang bullying (pengertian, dampak, dan sisi negatif yang ditimbulkan tentan bullying)
Konfirmasi :
        1.      Siswa mempelajari apa itu tindakan bullying dan mendiskusikan tentang bullying
        2.      Siswa mempraktikkan didepan kelas sebagai contoh
        3.      Menyimpulkan hasil diskusi dan diberikan oleh guru BK

Kegiatan Akhir
        1.      Siswa diminta menyampaikan manfaat yang diperoleh setelah menerima layanan
        2.      Guru BK menyampaikan harapan setelah siswa menerima materi layanan
        3.      Penutup

            Evaluasi dan tindak lanjut
         1.      Laiseg : Siswa mampu memahami tentang apa itu bullying
         2.     Laijapen : Siswa mampu menerima orang lain dan menghargai sebuah perbedaan
         3.     Laijapang : Siswa mampu memelihara tingkah lakunya dengan menghargai perbedaan
         4.     Tindak lanjut : Layanan konsultasi bagi siswa yang membutuhkan


Kendari, 20 Maret 2017
Konselor



Susmita Irdiana Putri .W. S.Pd,,Kons,M.Pd                       
 

Satuan Pendukung Bimbingan dan Konseling


A.    Jenis Satuan Pendukung                                 : Konferensi Kasus
B.     Topik Permasalahan/ Bahasan Siswa             : Tindakan bullying yang terjadi terhadap
                                                                          teman sebaya di sekolah
C.     Bidang Bimbingan                                          : Sosial
D.    Fungsi Kegiatan                                              : Pengentasan
E.     Tujuan Kegiatan/Hasil yang ingin dicapai      : Memperbaiki hubungan siswa yang
                                                                          melakukan tidakan bullying dan korban
                                                                          bullying
F.      Subyek yang mengalami masalah                   : Siswi IPS kelas XI
G.    Gambaran Ringkas Masalah                           :
Siswi A (inisial) tidak mampu beradaptasi dengan teman-teman dikelasnya, Siswi A cenderung memiliki kepribadian yang tertutup dan membuat teman-teman nya mengucilkan dirinya sehingga tindakan bullying pun terjadi karena kurangnya sikap sosial yang dimilikinya.
H.    Tempat Penyelenggaraan                                : Ruang Konseling
I.       Waktu/ Semester                                             : Ganjil
J.       Penyelenggaraan Kegiatan                              : Guru di sekolah terutama Guru BK, Wali
                                                                          Kelas, dan Kepala Sekolah
K.    Bahan dan keterangan yang dibawa dalam
Pertemuan                                                       :
1.      Data siswa 
2.      Laporan permasalahan yang terjadi pada siswa 
3.      Laporan absensi siswa 
4.      Penilaian hasil belajar siswa
L.     Pengguna hasil pertemuan                              :
M.   Rencana Penilaian dan tindak lanjut kegiatan
Penilaian proses                                               : Sebagai dasar pengambilan proses
N.    Keterkaitan kegiatan dengan Layanan/ kegia
tan pendukung lainnya                                    :
1.      Layanan Konseling perorangan 
2.      Layanan Konseling Kelompok 
3.      Himpunan Data
O.    Catatan khusus                                                : -



Kendari, 20 Maret 2017
Konselor


Susmita Irdiana Putri .W.                                                                       



TAHAP-TAHAP MICRO KONSELING

Menurut Willis dalam bukunya yang berjudul Konseling Individual teori & Praktek (2010), Teknik konseling dalam mikro konseling yang...